Palembang. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Ika Ahyani Kurniawati, menjadi Narasumber pada kegiatan Bimbingan Teknis Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Rangka Evaluasi Kebijakan dan Regulasi di Provinsi Sumatera Selatan Selatan yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Ball Room Hotel Swarna Dwipa pada hari selasa (27/2).
Pada kesempatan itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kanwil Kemenkumham Sumsel Ika Ahyani Kurniawati menyampaikan kegiatan bimbingan teknis sebagai hal yang penting untuk meningkatkan kualitas produk hukum di daerah serta memberikan pemahaman kepada para sumber daya manusia khususnya pejabat fungsional perancang peraturan perundang-undangan maupun analis hukum.
Dikatakannya, Kanwil Kemenkumham Sumsel saat ini memiliki 21 pejabat fungsional perancang peraturan perundang-undangan yang telah bekerja keras dan produktif dalam memfasilitasi pembentukan produk hukum daerah.
Selain itu, pada tahun 2023 Kanwil Kemenkumham Sumsel telah melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan Kepala daerah sejumlah 265.
Sementara itu, hingga akhir Januari 2024 tercatat telah mengharmonisasikan sebanyak 49 rancangan peraturan daerah maupun rancangan peraturan Kepala daerah.
Adapun Tugas dan Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan Kepala daerah diatur dalam Pasal 58 dan 97D Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Secara khusus, sebagai tindaklanjut aturan tersebut dikeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH.01.PP.02.01 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah.
Lebih lanjut kata Ika, Pengharmonisasian merupakan satu bagian penting dalam proses pembentukan peraturan tersebut. Proses harmonisasi dibutuhkan sebagai bentuk penyelesaian atas tidak harmonis atau tumpang tindihnya suatu peraturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah (vertical) atau peraturan yang sejajar namun tidak harmonis satu sama lain (horizontal).
Harmonisasi peraturan perundang-undangan pada prinsipnya adalah mewujudkan norma yang harmonis di antara peraturan perundang-undangan.
Pentingnya harmonisasi antar norma terutama norma hukum menjadi sebuah konsekuensi logis agar sebuah ketertiban tercapai dalam sebuah tata hukum yang dibentuk suatu negara, katanya.
Kemudian dalam pelaksanaan harmonisasi perlu memperhatikan 12 aspek, yaitu : Pancasila, UUD 1945, Asas-asas hukum, Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau setingkat, Putusan Pengadilan, Yurisprudensi, Perjanjian/konvensi internasional, Hukum adat, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Hubungan terhadap kelembagaan yang telah ada, Konsekuensi terhadap keuangan daerah, serta Unsur lainnya khusus alasan pembentukan, dasar kewenangan dan dasar pembentukan, arah dan jangkauan pengaturan.
Ika pada kesempatan itu juga menyinggung bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan tidak terlepas dari politik hukum. Dimana proses pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur didalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam Masyarakat”, katanya.