Jakarta - Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah terbiasa untuk hidup berdampingan dalam keberagaman dengan beraneka suku, adat, tradisi, agama, serta lebih dari 1.300 bahasa daerah. Namun demikian, selalu terdapat orang-orang yang radikal dan intoleran. Permasalahan tersebut jika dibiarkan, nantinya hanya akan menebalkan konflik dan kontraproduktif.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan peningkatan pemahaman akan pentingnya Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk menjembatani batasan-batasan budaya dan keagamaan.
“Kami terus mengatasi tantangan ini dengan pendekatan komprehensif, agar tidak berkembang menjadi masalah yang lebih besar yang memicu kebencian dan kekerasan, serta membahayakan perdamaian dan stabilitas,” kata Yasonna, Senin (13/11/2023) pagi.
Dalam hal inilah supremasi hukum berperan untuk menjaga ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Hak Asasi Manusia (HAM), kata Yasonna, bukanlah sekedar hak mutlak yang dapat merugikan hak orang lain. Penegakan hukum memiliki posisi yang penting dalam menjamin dan menghormati hak setiap warga negara.
“Selain itu, pemerintah Indonesia juga sangat mementingkan isu kebebasan beragama, karena Indonesia adalah masyarakat yang sangat beragam dengan populasi muslim terbesar di dunia,” ucap menkumham di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta.
“Namun, hal itu tidak menghalangi kita untuk hidup berdampingan secara damai dengan saudara-saudari kita yang beragama Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu,” ujarnya saat membuka Konferensi Internasional tentang Literasi Keagamaan Lintas Budaya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra mengatakan tujuan dari dilaksanakannya konferensi internasional ini yaitu sebagai forum internasional untuk mendiskusikan konsep martabat manusia sebagai prinsip dasar dan inti dari HAM yang melekat, yang harus dihormati oleh semua orang tanpa memandang latar belakang, ras, jenis kelamin, dan status sosial.
“Melalui kegiatan ini juga dapat memperkenalkan LKLB yaitu sebuah kemampuan pendekatan berpikir, bersikap, dan bertindak untuk dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda,” kata Dhahana.
“Selanjutnya, melalui konferensi ini diharapkan dapat menjadi wadah berbagi pengalaman, bertukar ide, serta inisiatif terkait LKPB dari para narasumber internasional dan nasional,” tutupnya.
Sebagai informasi, konferensi internasional ini terselenggara atas kerja sama antara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Leimena Institute, serta didukung oleh Templeton Religion Trust, The International Center for Law and Religious Studies at Brigham Young University Law School, dan International Religious Freedom Secretariat.
Konferensi berskala internasional ini juga merupakan rangkaian dari peringatan Hari HAM sedunia ke-75. Puluhan tokoh agama dari mancanegara dan para duta besar negara-negara sahabat turut menghadiri kegiatan yang dihelat selama dua hari, 13–14 November 2023 ini