Palembang. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Sumatera Selatan, Ika Ahyani Kurniawati menekankan pentingnya upaya pelestarian budaya melalui Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Hal ini menghindari adanya klaim dari pihak asing terhadap budaya yang dimiliki Indonesia.
“Kita tidak ingin kekayaan budaya Indonesia diakui oleh negara lain sehingga upaya pencatatan KIK ini merupakan langkah defensif dan pelindungan keanekaragaman budaya dan hayati dari ancaman eksploitasi serta pengakuan negara lain,” ujar Ika dalam sambutannya ketika membuka kegiatan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual, Selasa (14/5), di Hotel Novotel Palembang.
Dipaparkan Ika, terjadinya klaim yang dilakukan negara lain tersebut, merupakan potret pelindungan hukum kekayaan intelektual komunal yang dihasilkan masyarakat tradisional secara turun temurun belum memiliki kekuatan hukum yang kuat dan maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama dan peran aktif dari pemerintah daerah untuk melengkapi inventarisasi KIK di wilayah masing-masing agar diperoleh perlindungannya.
Lebih dari itu, inventarisasi KIK dan potensinya akan berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi daerah. Masyarakat di daerah dapat “menjual” produk kebudayaan yang sudah diakui negara dan mancanegara dengan lebih baik sehingga akan meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Saat ini di Sumatera Selatan sendiri, data Kekayaan Intelektual Komunal yang telah tervalidasi pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berjumlah 64, meliputi 36 Ekspresi Budaya Tradisional, 27 pengetahuan tradisional dan 1 (satu) Indikasi Asal. “Untuk kota Palembang sendiri baru 10 yang tercatat, yaitu Dulmuluk, Tempoyak Palembang, Tanjak Palembang, Selendang Muzawaroh, Pindang Palembang, Lak Palembang, Kue Lapan Jam, Burgo, Tepung Tawar Perdamaian dan Ngidang.
Menurut Ika, angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan seluruh keragaman budaya KIK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi karena mempunyai ciri khas tertentu dan merupakan warisan leluhur.
“Karenanya, saya meminta kepada pemerintah daerah yang hadir hari ini, untuk dapat mengkomersialisasikan produk-produk KI Komunal tersebut melalui berbagai program. Kami juga mengharapkan sinergitas dan kolaborasi karena KIK merupakan aset dan identitas daerah yang harus dilindungi hukum,” pungkas Ika.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Yenni, dalam laporannya menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal, Kekayaan Intelektual Komunal adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
Kekayaan Intelektual Komunal dapat berupa Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisonal (PT), Sumber Daya Genetik (SDG) dan Potensi Indikasi Geografis sehingga KIK merupakan identitas suatu kelompok atau masyarakat. Adapun kepemilikan KIK berbeda dengan KI lainnya karena bersifat kelompok.
Yenni berharap generasi muda tetap melestarikan budaya Sumsel, bahkan bisa termotivasi untuk mengenalkan serta memanfaatkan keanekaragaman budaya, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Turut hadir dalam kegiatan sosialisasi dan diseminasi KIK tersebut, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja, para budayawan, akedemisi, serta jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota dan Provinsi Sumsel.