Palembang - Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Harun Sulianto mengikuti Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) secara virtual, Senin (26/9).
Kegiatan tersebut digelar oleh Kanwil Kemenkumham Banten Bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Banten, bertempat di Auditorium Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kegiatan diikuti para akademisi, tokoh agama, dan masyarakat, Lembaga swadaya masyarakat, aparat penegak hukum, LBH, ASN, jajaran Pemda Banten , dan seluruh Kantor Wilayah Kemenkumham di Indonesia.
Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Eddy Omar Sharif Hiariej selaku narasumber menjelaskan bahwa pembentukan RUU KUHP, telah melibatkan partisipasi berbagai pihak sepeti Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat/budaya, hingga para pakar dibidang hukum.
“Sehingga tidak benar jika RUU KUHP ini tiba-tiba muncul dengan tidak melalui proses yang prosedural”, ungkapnya.
Selain itu, terkait isu dekolonisasi pada RKUHP. Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan RKUHP nantinya akan mengubah paradigma hukum pidana yang saat zaman kolonial yang tujuannya hanya untuk menghukum dan balas dendam (retributive)
Menurutnya KUHP yang masih berlaku di Indonesia saat ini merupakan produk kolonial. Sehingga, paradigma yang digunakan masih menitikberatkan pada kepentingan individu dan pidana penjara sebagai pidana pokok sekaligus sebagai pidana utama.
Namun RUU KUHP berfokus pada Keadilan kolektif, restoratif dan rehabilitatif
Eddy juga menyinggung terkait standar pemidanaan. Dimana pada KUHP saat ini , dalam hal pemidanaan diberikan kewenangan penuh pada hakim.
Berbeda dengan RKUHP diberikan pagar-pagar agar hakim tidak dapat sembarangan dalam memutus suatu perkara. Selain itu, dalam RKUHP pidana penjara bukan pidana utama. Hakim wajib memberikan pidana yang lebih ringan seperti pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
Wamenkumham, Prof. Eddy OS. Hiariej juga menyampaikan 14 isu krusial pada RUU KUHP. Beberapa isu tersebut adalah pemidanaan terhadap penghinaan Presiden dan Wapres, Penista Agama, Suami Perkosa Istri Atau Sebaliknya, Kumpul Kebo.
Kemudian Hukuman Mati Bisa Diubah jadi Seumur Hidup asal Bersikap Baik, Unggas Masuk Kebun Orang: Pelaku Didenda & Hewan Disita Negara, lalu Ngaku Dukun & Punya Kekuatan Gaib, dan aborsi.
Lalu Aniaya Hewan, Orang Tua Ajak Anak Mengemis, Gelandangan Didenda. Dokter Gigi yang Melaksanakan Tugasnya tanpa izin, Advokat Curang, Penghinaan Terhadap Pengadilan atau Contempt of Court, dan Hukum Adat.
Turut hadir pada acara tersebut Plt. Dirjen PP, Dr. Dhahana Putra, Pj, Gubernur Banten, Dr. Al Muktabar, Kakanwil Banten, Tejo Harwanto.
Kanwil Sumsel, Kakanwil Harun Sulianto didampingi juga oleh Kabid Hukum, Ave Maria Sihombing, Kasubbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah, Zainul Arifin, Kasubbid Penyuluhan Hukum, Bantuan Hukum Dan JDIH, Vonny Destika Sari, Kasubbid Pelayanan tahanan, perawatan kesehatan, dan rehabilitasi, I Wayan Tapa Diambara, Para fungsional penyuluh hukum, fungsional Perancang dan analisis hukum pada Kanwil kemenkumham Sumsel.(MY)