Jakarta - Proses perbaikan layanan publik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang melibatkan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan, agar layanan menjadi inklusif dan adaptif. Tak hanya sebagai tools evaluasi, perbaikan layanan yang menggunakan indeks juga sebagai wujud nyata dalam keterlibatan pengguna layanan guna menghasilkan kebijakan yang partisipatif.
Kemenkumham sejak tahun 2015 telah menggunakan indeks layanan untuk melakukan pemantauan serta evaluasi yang terukur terhadap kinerja penyelenggara pelayanan publik secara berkala dan berkelanjutan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan dengan melibatkan pengguna layanan, unit layanan publik dapat mengetahui kebutuhan pengguna dan melakukan perbaikan ketika mendapatkan umpan balik.
“Dengan menakar percepatan kinerja kita melalui pengukuran indeks, diharapkan mampu memetakan isu aktual yang relevan terkait permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan publik, serta menghasilkan solusi perbaikan berkelanjutan dalam rangka mendukung program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK),” ujar Yasonna di Graha Pengayoman Kemenkumham.
Pada level pimpinan, lanjut menkumham, indeks digunakan untuk melihat potret layanan secara realtime, sehingga pimpinan dapat segera merumuskan kebijakan terkait layanan publik.
“Perbaikan layanan yang dilakukan dari tingkat unit pelaksana teknis (UPT) hingga kementerian, diharapkan dapat memberikan persepsi positif pengguna layanan, sehingga mendukung terciptanya Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), yang merupakan gerbang awal dalam mewujudkan Reformasi Birokrasi,” lanjutnya, Senin (18/07/2022) siang.
Saat membuka kegiatan Seminar Nasional, Yasonna mengajak seluruh peserta, utamanya Insan Pengayoman, untuk melakukan pelayanan dengan sepenuh hati dan semangat kebersamaan.
“Kebersamaan dari setiap anggota dan pimpinan akan sangat menentukan kemajuan dan perkembangan Kemenkumham,” ucap Yasonna dalam kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid tersebut.
Setidaknya ada empat hal yang ditekankan Yasonna terkait dengan kebersamaan, diantaranya adalah rasa memiliki, tidak egois, kerendahan hati, dan semangat kekeluargaan.
“Perbedaan peran dan sumbangsih ini jangan sampai membuat gesekan negatif yang berdampak pada perpecahan, namun perbedaan itu harus diikat dalam satu simpul yang kuat sehingga akan saling melengkapi,” tutupnya.
Selain kegiatan seminar nasional dengan tema “Indeks Layanan: Menakar Akselerasi Kinerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia” yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) Tahun 2022, juga dilakukan acara Doa Kumham untuk Indonesia yang bertujuan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.
Doa dipimpin oleh lima pemuka agama, yakni agama Islam yang dipimpin Ust. Hasani Ahmad Said, yang merupakan Pengurus Komisi Dakwah MUI Pusat; agama Kristen oleh Pdt. Martunas M., dari Praeses HKBP Distrik 8 DKI Jakarta; agama Katolik oleh Romo Paulus Andri Astanto SJ., dari Komisi Wali Gereja Indonesia; agama Hindu oleh Ida Pinandita KHRT Astono Chandra Dana, dari PHDI Pusat; dam agama Budha oleh Romo Asun Gotama, dari Wakil Sekjen Walubi.
Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Harun Sulianto turut mengikuti kegiatan tersebut secara virtual bertempat di Aula Kanwil setempat, turut hadir pula Kadiv Administrasi, Idris, Kadiv yankumham, Parsaoran Simaibang, Kadiv Keimigrasian, Herdaus, Pejabat Administrasi, pejabat Fungsional, serta sejumlah jajaran Kanwil Kemenkumham Sumsel.(MY)