Transparansi Beneficial Ownership, Bangun Iklim Usaha Yang Transparan

WhatsApp Image 2021 09 16 at 15.17.41 3

 

Palembang_Humas - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan. Dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Kanwil Kemenkumham Sumsel (Indro Purwoko) didampingi Kepala Bidang Pelayanan Hukum (Yenni) serta Kepala Sub Bidang Pelayanan administrasi Hukum Umum (Budiman Santoso) secara virtual mengikuti webinar Aksi Pemanfaatan Data Beneficial Ownership (BO) yang diselenggarakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK. Webinar ini bertema 'Pelaporan Beneficial Ownership - Bangun Iklim Usaha yang Transparan'. Kamis (16/09).

Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan sejumlah Kementerian dan Lembaga serta sejumlah organisasi mitra pemerintah.

Agenda webinar dibuka dengan pengarahan Timnas Stranas PK yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa.

Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menjelaskan, dalam studi internasional di berbagai lembaga memperlihatkan bahwa penerapan transparansi Beneficial Ownership (BO) masih belum banyak dipahami oleh berbagai perusahaan di dunia. Padahal prinsip penerimaan manfaat korporasi ini sudah menjadi komitmen global dalam rangka transparansi dan keamanan dalam berbisnis.

"Beberapa studi internasional menjelaskan penerapan BO ini masih belum dipahami dan dipahamkan, makanya ini perlu perluasan dan menjadi tantangan di kita dan hampir semua negara juga begitu," kata Suharso dalam Webinar Transparansi Beneficial Ownership.

Pemanfaatan data BO juga diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Dalam Kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Cahyo Rahadian Muzhar, juga menjadi salah satu narasumber webinar. Dirjen AHU menyampaikan materi mengenai Kesadaran Pelaporan Pemilik Manfaat dari Korporasi untuk Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Menurut Cahyo Saat ini, Indonesia sudah berstatus sebagai Observer dan tinggal selangkah lagi untuk menjadi anggota FATF (finacial Action Task Force). Untuk dapat menjadi anggota, Indonesia harus mendapatkan penilaian Largely Compliant (LC) pada setidaknya 33 (tiga puluh tiga) rekomendasi dari 40 (empat puluh) rekomendasi yang ada.

Dalam kesempatan tersebut hadir pula sebagai narasumber yakni Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Ir. Slamet Soedarson, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Achmad Idrus, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid dan Akademisi dan peneliti di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Yanuar Nugroho. (Humas Kanwil Sumsel)

WhatsApp Image 2021 09 16 at 15.17.41 2

WhatsApp Image 2021 09 16 at 15.17.41 1

WhatsApp Image 2021 09 16 at 15.17.41


Cetak   E-mail