Jakarta. Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Ilham Djaya dan Kepala Bidang Hak Asasi Manusia Kanwil Kemenkumham Sumsel Karyadi, Rabu (3/5) resmi dilantik sebagai pejabat pengganti antar waktu Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) periode 2021-2024, dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) Sumsel periode 2202-2025 oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Prof. Yasonna H. Laoly. di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta.
Menkumham Yasonna H. Laoly mengatakan dalam rekomendasi Financial Action Task Force (FATF), notaris menjadi salah satu unsur yang dievaluasi perannya dalam pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU dan TPPT).
"Selama MER dengan FATF lalu, aktivitas notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik menjadi perhatian. Peran strategis notaris dalam tatanan hukum di Indonesia, khususnya dalam interaksi masyarakat terkait hubungan keperdataan, diwajibkan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa (PMPJ), mengenali beneficial owner dan melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan," kata Yasonna.
Dia menjelaskan hasil MER lainnya yang menjadi sorotan negara anggota FATF adalah pencegahan TPPT dan TPPU sektor penyedia barang dan jasa, termasuk sektor notaris belum terimplementasi secara maksimal. Salah satu tugas dan tantangan dalam mendorong peningkatan nilai dari moderate menjadi substansial khususnya terkait Immediate Outcomes (IO) 3 dan IO 5 yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan mendorong peran dan fungsi sebagai Lembaga Pengatur dan Pengawas (LPP) yang di delegasikan kepada MPWN dan MKNW untuk melakukan pembinaan sekaligus pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris.
"Untuk itu diperlukan sosialisasi terkait kewajiban menerapkan PMPJ oleh notaris dan juga materi terkait TPPT dan TPPU harus dilakukan di wilayah kerja anggota MPWN dan MKNW," kata dia.
Yasonna mengatakan dirinya telah menyampaikan pentingnya peningkatan efektivitas pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Pengawasan ini penting, karena beberapa tahun terakhir semakin sering menerima pengaduan, baik dari masyarakat maupun Aparat Penegak Hukum (Apgakum) terkait permasalahan yang disebabkan oleh perilaku oknum notaris yang tidak profesional dan tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai contoh, kata dia, terdapat beberapa laporan masyarakat yang diterima terkait kasus hilangnya kepemilikan saham, kasus semacam ini yang paling banyak ditemukan. Bersama dengan kasus perubahan pengurus yayasan dan perkumpulan secara tiba-tiba, akibat kelalaian dan ketidaktelitian notaris yang tidak profesional dan seksama dalam membuat akta, termasuk mengabaikan history atau riwayat akta sebelumnya.
"Akta tersebut kemudian didaftarkan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang sepenuhnya online dan aksesnya hanya dapat dilakukan oleh notaris, yang kemudian, akibat ketidak hati-hatian notaris terjadi peralihan pemegang saham, atau terjadi pergantian sebagai pengurus tanpa melalui RUPS yang benar. Hal seperti ini bukan hanya karena tidak teliti, namun sering kali justru karena unsur kesengajaan," jelas Yasonna.
Yasonna menegaskan MPWN dan MKNW tidak perlu ragu untuk memberikan persetujuan kepada aparat penegak hukum untuk memeriksa notaris dalam rangka penegakan hukum dan membantu masyarakat yang mengalami kerugian dari tindakan notaris yang tidak profesional. Dalam memberikan persetujuan untuk pemeriksaan notaris hendaknya dilakukan secara proporsional dan tidak diberikan secara sembarangan, namun persetujuan atau penolakannya harus berdasarkan pertimbangan hukum yang komprehensif.
"Harus dipahami saat ini jumlah notaris sangat banyak, muncul persaingan untuk mendapatkan klien, sehingga banyak notaris yang memang menyediakan jasa dan adanya persaingan tidak sehat dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan jasa notaris yang pada akhirnya berpotensi menghilangkan kepercayaan masyarakat, tidak hanya kepada notaris, tapi juga kredibilitas MPWN dan MKNW serta Kemenkumham," tambah dia.
Lebih jauh, dia menambahkan kepada MPWN dan MKNW dalam memberikan persetujuan untuk pemeriksaan notaris yang diduga terlibat kasus hukum hendaknya dilakukan secara proporsional dan tidak diberikan secara sembarangan, namun persetujuan atau penolakannya harus berdasarkan pertimbangan hukum yang komprehensif. Pelaksanaan tugas terkait pemberian izin ini, seringkali dianggap menghambat proses penyidikan dan penegakan hukum. Pandangan ini tentu tidak benar.
"Untuk dapat mengubah pandangan tersebut, kita perlu membangun komunikasi yang baik dengan aparat penegak hukum guna memastikan bahwa mereka memahami adanya proses pemeriksaan oleh MKN sebelum memutuskan memberikan persetujuan atau penolakan permintaan pemeriksaan dari aparat penegak hukum. Pastikan juga bahwa terhadap penolakan izin pemeriksaan dan pemanggilan," tutupnya.
Turut hadir pada kegiatan itu Direktur Jenderal administrasi hukum umum (AHU), Cahyo R. Muzhar, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Mien Usihen, Pimti pada Ditjen AHU, Kakanwil, Kadivyankum, perwakilan MPN-MKN Pusat dan Wilayah se Indonesia.
Kegiatan pelantikan tersebut dirangkaikan dengan Rapat Koordinasi MPN dan MKN 2023 dengan tema Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme melalui pemanfaatan jasa Notaris.
Sedangkan peserta dari Kanwil Kemenkumham Sumsel adalah Kakanwil Kemenkumham Sumsel, Ilham Djaya, Kadiv Pelayanan Hukum dan Ham, Parsaoran Simaibanh, Kabid Pelayanan Hukum, Yenni, Kasubbid AHU, Riyan Citra Utami, Juhaidi (Unsur Notaris dari MPWN), dan Heri Yuniawan (Advokat Madya Bidkum Polda Sumsel (Unsur Ahli dari MKNW)).