Sudirman Sampaikan Pandangan Terkait RUU Pemasyarakatan Kepada Anggota DPD RI

 1

Palembang_Humas. Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2014-2019 perwakilan Provinsi Sumatera Selatan, Abdul Aziz melakukan Kunjungan Kerja ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan pada Rabu (29/5). Sebelum kedatangannya, Sekretariat DPD RI telah bersurat kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel melalui surat Nomor : 29/DPD SUMSEL/AA/V/2019 tanggal 24 Mei 2019 Hal Kegiatan Kunjungan Kerja Komite I DPD RI. Kunjungan Kerjanya kali ini dalam rangka penyusunan pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan. Kedatangan Abdul Aziz beserta rombongan diterima secara langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan, Sudirman D. Hury beserta jajaran diruang kerjanya.

Dalam pertemuan tersebut  Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel didampingi oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan, pejabat struktural Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan se-Kota Palembang (Kalapas Kelas I Palembang, Kalapas Perempuan Kelas IIA Palembang, Kepala LPKA Klas I Palembang, Kepala Bapas Kelas I Palembang, Kepala Rutan Kelas I Palembang, dan Kepala Rupbasan Kelas I Palembang).

Diawal pertemuan, Abdul Aziz menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya ke Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel adalah untuk mendapatkan masukan dari Kakanwil Kemenkumham Sumsel beserta jajaran dalam penyusunan pandangan DPD RI terhadap RUU Pemasyarakatan. Masukan-masukan dari wilayah ini nantinya akan menjadi pedoman dalam penyempurnaan penyampaian pandangan dari DPD RI dimaksud.

Usai penyampaian maksud dan tujuan kedatangan Anggota DPD RI dan rombongan tersebut, Sudirman pun menyampaikan pengantarnya. Ia menjelaskan bahwa Kanwil Kemenkumham Sumsel merupakan instansi vertikal yang melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM di daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan kebijakan Menteri. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Kantor Wilayah dibantu oleh 4 (empat) Kepala Divisi, yaitu Kepala Divisi Administrasi, Kepala Divisi Pemasyarakatan, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, dan Kepala Divisi Keimigrasian.

1

Ia menjelaskan bahwa Kanwil Kemenkumham Sumsel memiliki 26 UPT, yaitu 2 Kantor Imigrasi, 2 Balai Pemasyarakatan, 2 Rupbasan, dan 20 Lapas/Rutan. Permasalahan utama dari Lapas/Rutan di Sumsel adalah Over Capacity yang telah mencapai 250% s.d. 300%. Warga Binaan Pemasyarakatan di Sumsel 7 tahun yang lalu lebih kurang berjumlah 5.000 orang, saat ini jumlah WBP di Sumsel telah mencapai lebih kurang 15.000 orang. Dengan terjadinya over capacity ini, pastinya akan timbul berbagai permasalahan yang dihadapi. Mulai dari kurangnya jumlah pegawai (jumlah tenaga pengamanan tidak sesuai atau tidak ideal dengan jumlah Warga Binaan), masalah keamanan, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya anggaran, hingga kendala-kendala dalam pelaksanaan program pembinaan WBP.   

Menyikapi isu-isu strategis dan permasalahan yang semakin kompleks saat ini, perlu adanya pembaruan peraturan sistem Pemasyarakatan yang komprehensif  dalam mewujudkan tujuan dari sistem pembinaan terpadu Pemasyarakatan dalam melaksanakan reintegrasi sosial para Warga Binaan. Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mengatasi kendala dan permasalahan tersebut. Kita telah mengoptimalkan sumber daya anggaran dan sumber daya manusia yang ada hingga melakukan MoU dengan berbagai stackeholder.

Yang  menjadi dasar pelaksanaan tugas di Pemasyarakatan adalah UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77), yang terdiri dari VIII Bab dan 54 Pasal sebagai pedoman dan payung hukum sistem Pemasyarakatan. Undang-Undang tersebut beserta peraturan pelaksananya saat ini sudah tidak sesuai lagi dan tidak bisa mengakomodir terhadap pelaksanaan tugas dilapangan secara teknis. Undang-Undang tersebut mempunyai banyak kelemahan/kekurangan, terang Sudirman.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Peraturan Pelaksana dalam penyelenggaraan Pemasyarakatan. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah beberapa kali mengalami perubahan, dinilai belum efektif untuk menciptakan Pemasyarakatan yang aman, tertib, kondusif dan terciptanya program pembinaan yang terpadu. Bahkan hal ini memicu terjadinya permasalahan baru di Pemasyarakatan.

Dimulai dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Perubahan aturan tersebut semakin hari semakin memperketat pemberian hak-hak para WBP. Peraturan tersebut membedakan perlakuan dalam pemberian hak kepada para WBP. Sehingga tidak heran masalah over kapasitas yang membuat penghuni Lapas/Rutan semakin membludak.

Peraturan tersebut menurut Sudirman jauh dari harapan untuk mengakomodir peliknya permasalahan yang ada di Lapas/Rutan. Lapas/Rutan sebagai tempat akhir atau paling hilir dari Criminal justice system mempunyai tantangan dan tanggung jawab yang sangat besar untuk dapat mengembalikan orang-orang yang tersesat jalan menjadi masyarakat yang mandiri, sadar hukum dan bisa diterima kembali di lingkungan masyarakat luas. “Tugas Pemasyarakatan sangat mulia, namun akibat ulah oknum-oknum tertentu, kita sering kali menjadi momok. Selalu dipojokan oleh pihak luar seolah-olah melakukan pembiaran narapidana melakukan transaksi narkoba, belum lagi di cap bahwa peredaran narkoba terbesar ada di dalam Lapas,” ungkapnya.

Saat ini lebih dari 60% penghuni Lapas/Rutan adalah mereka yang terlibat kasus narkoba. Rata-rata mereka di kategorikan sebagai narapidana yang masuk dalam kategori extraordinary crime. Tentunya hal tersebut akan mempengaruhi dalam memperoleh hak-hak remisi, PB, dan CB para WBP. “Remisi, PB, CB narapidana semakin sulit untuk didapatkan karena ada aturan khusus yang memperketat mengatur persyaratan-persyaratannya dalam memperoleh hak-hak tersebut,” imbuhnya.

Tidak heran, jika tingkat stres narapidana semakin tinggi karena hak-hak mereka berupa remisi, PB, CB semakin sulit dipenuhi. Sehingga sering kali adanya “gesekan” sedikit saja bisa memicu terjadinya permasalahan yang besar. Adanya perlakuan ataupun penghukuman sedikit saja dalam penegakan aturan, dapat memicu protes WBP kepada petugas. Belum lagi masalah bentrok sesama napi dan kerusuhan yang berujung terjadinya pembakaran Lapas oleh para penghuni semakin kompleks permasalahan di dalam Lapas/Rutan.

Lebih lanjut, Sudirman Memberikan kesempatan kepada seluruh kepala UPT yang hadir untuk menyampaikan masukan dan menyampaikan kendala-kendala teknis yang dihadapi dalam menjalankan tugas dilapangan. Dimulai dari Kalapas Kelas I Palembang, Kalapas Perempuan Palembang, Kepala LPKA Palembang, Kepala Bapas Palembang, Kepala Rutan Palembang, dan Kepala Rupbasan Palembang secara bergantian. Kendala/permasalahan yang dihadapi hampir sama, yaitu over kapasitas, keterbatasan anggaran, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya pegawai, kurangnya air bersih, masalah keamanan, masalah kesehatan WBP, perihal barang bukti sitaan yang tidak dititipkan ke Rupbasan dan barang sitaan yang tidak dieksekusi hingga hancur dimakan rayap. Hal ini menimbulkan kendala dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta pelaksanaan program-program Pemasyarakatan.

Diakhir pertemuan, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel menyampaikan dokumen kepada Anggota DPD RI yang berisi tentang profil Kanwil Kemenkumham Sumsel, profil Lapas/Rutan di Sumsel, inventarisasi kendala/permasalahan di Lapas/Rutan, dan program-program yang telah dilaksanakan dalam upaya mengatasi kendala/permasalahan yang dihadapi sebagai bahan bagi DPD RI dalam menyampaikan pandangannya terhadap RUU Pemasyarakatan.

Abdul Aziz menyampaikan apresiasinya kepada Kepala kantor Wilayah Kemenkumham Sumsel beserta jajarannya, ia berjanji setelah mendapatkan masukan-masukan positif di wilayah nantinya akan mengupayakan memberi pandangan terbaiknya untuk perbaikan Pemasyarakatan kedepannya dalam penyusunan RUU Pemasyarakatan. (Rilis/Foto/Editor : Hasan/Kasubag HRBTI, Dedy Zulian)

11

11

11

11

11

11

11

11

11

11


Cetak   E-mail